Kamis, 12 Januari 2012

Inspirasi dari Steve Jobs

Steve Jobs, CEO Apple, baru saja mengundurkan diri. Banyak orang yang menilai Steve adalah salah satu CEO terbaik yang pernah dimiliki planet Bumi. Inovasinya luar biasa dan di tangannya Apple menjadi sebuah perusahan terkemuka dunia. Saya coba terjemahkan secara bebas salah satu pidato inspiratifnya ketika berbicara di depan mahasiswa Stanford pada tanggal 12 Juni 2005.
Terima kasih. Adalah sebuah kehormatan bagi saya bisa hadir di tengah-tengah Anda semua, bersama-sama menandai permulaan perjalanan Anda di sebuah universitas terbaik di muka bumi. Saya harus akui, saya tidak pernah lulus dari bangku kuliah dam tidak pernah wisuda. Peristiwa hari ini membawa saya pada titik yang paling dekat dengan wisuda di perguruan tinggi. Hari ini, saya ingin berbagi tiga cerita dengan Anda semua tentang kehidupan saya. Tidak lebih tidak kurang, hanya tiga cerita saja.
Cerita pertama adalah tentang menghubungkan titik-titik yang terserak.
Saya Drop Out (DO) dari Reed College setelah enam bulan pertama, tetapi setelah itu memilih untuk tetap datang ke kampus sebagai mahasiswa tanpa status (drop-in) selama kurang lebih 18 bulan sebelum akhirnya saya benar-benar berhenti total. Mengapa saya DO?
Kisah ini dimulai bahkan ketika saya belum lahir. Ibu yang mengandung saya adalah seorang mahasiswi yang masih muda, tidak menikah dan dia memutuskan untuk menyerahkan saya untuk diadopsi. Dia punya keinginan kuat agar saya diadopsi oleh keluarga berpendidikan dan lulusan perguruan tinggi, sehingga segala sesuatunya diurus sedemikian rupa agar saya diadopsi oleh keluarga pengacara. Sayangnya, ketika saya lahir, calon orang tua angkat saya berubah pikiran secara tiba-tiba bahwa mereka hanya ingin anak perempuan. Orang tua saya, yang ketika itu ada dalam daftar tunggu, kemudian dihubungi dan ditanya “telah lahir seorang bayi laki-laki, apakah Anda mau mengadopsinya?” Merekapun menjawab “tentu saja.” Ibu yang melahirkan saya akhirnya mengetahui bahwa calon Ibu angkat saya tidak pernah lulus kuliah dan bahkan calon bapak angkat saya tidak lulus SMA. Akibatnya dia menolak menandatangani berkas adposi. Meski begitu, dia berubah pikiran beberapa bulan kemudian ketika orang tua angkat saya berjanji bahwa saya akan dikuliahkan suatu hari nanti. Itulah saat sejarah hidup saya dimulai.
Dan 17 tahun kemudian saya benar-benar memasuki bangku kuliah. Namun secara naïf, saya memilih kampus yang hampir sama mahalnya dengan Stanford, sehingga tabungan orang tua saya yang ketika itu adalah kelas pekerja, ludes untuk membayar uang kuliah saya. Setelah enam bulan, saya tidak melihat manfaat semua itu, tidak ada nilainya menurut saya. Saya masih bingung dengan apa yang saya inginkan dalam hidup dan saya tidak melihat bagaimana dunia kuliah bisa membantu saya mengatasi kebingungan itu. Saya dapati diri saya menghabiskan seluruh tabungan orang tua yang mereka kumpulkan selama hidupnya. Maka dari itu saya putuskan untuk DO dan meyakini bahwa semua akan baik-baik saja. Sebenarnya situasinya sangat menakutkan waktu itu, tetapi saat melihat ke belakang dari sekarang, saya rasa itu adalah salah satu keputusan terbaik yang pernah saya buat. Pada saat saya memutuskan untuk DO, saya tidak perlu lagi mengikuti perkuliahan wajib yang bagi saya tidak menarik, dan sayapun mulai mengikuti mata kuliah yang jauh lebih menarik sebagai mahasiswa tanpa status (drop-in).
Tentu saja tidak semuanya berjalan menakjubkan. Saya tidak punya kamar asrama sehingga saya tidur di lantai kamar asrama teman saya. Saya rajin menukarkan botol minuman coke dengan recehan 5 cent untuk membeli makanan dan saya berjalan sejauh 7 mil ke kota setiap Minggu malam untuk mendapatkan makanan gratis di Pura/Kuil Hare Krishna. Saya sangat menikmatinya. Dan banyak hal yang saya jumpai saat saya mengikuti rasa penasaran dan intuisi akhirnya menjadi sesuatu yang tidak ternilai harganya kelak di kemudian hari. Saya akan memberikan satu contoh:
Reed College pada saat itu menawarkan kelas kaligrafi yang mungkin terbaik di Negeri ini. Di seluruh kampus, semua poster, label laci, semuanya menampilkan kaligrafi tangan yang sangat cantik. Karena saya sudah DO dan tidak harus mengambil mata kuliah wajib/normal, saya memutuskan untuk mengikuti kelas kaligrafi untuk belajar membuat kaligrafi yang indah. Saya belajar tampilan hufur serif dab san serif, tentang mengatur lebar ruang antar kombinasi huruf. Intinya saya mempelajar apa yang membuat kaligrafi yang hebat itu menjadi begitu hebatnya. Kaligrafi itu begitu cantik, menyejarah, dan misterius secara artistik sehingga ilmu pengetahuan tidak bisa merekamnya. Bagi saya kaligrafi itu begitu menakjubkan.
Semua hal yang saya lakukan itu sepertinya sama sekali tidak memiliki potensi aplikasi praktis dalam kehidupan saya. Namun sepuluh tahun kemudian, ketika kami merancang komputer Macintosh yang pertama, semua yang saya pernah pelajari itu muncul lagi. Dan kami menerapkan prisip kaligrafi itu dalam merancang Macinthosh. Itulah komputer pertama dengan tipografi (tata letak huruf) yang memesona. Seandainya saja saya tidak mengikuti kuliah kaligrafi itu sebagai mahasiswa tidak terdaftar, Mac tentu tidak akan pernah memiliki halaman muka tulisan majemuk atau huruf-huruf yang memiliki jarak proporsional satu sama lain. Dan karena Windows pada dasarnya hanya meniru Mac, maka bisa jadi tidak akan pernah ada komputer pribadi yang memiliki tipografi seperti itu. Seandainya saja saya tidak DO, saya tidak akan pernah mengikuti kelas kaligrafi dan komputer pribadi tidak akan pernah memiliki tampilan tipografi seperti yang kita lihat dewasa ini. Tentu saja tidak mungkin bagi saya menghubungkan titik-titik yang terserak dengan melihat ke masa depan saat saya kuliah. Akan tetapi, menjadi sangat-sangat jelas bagi saya ketika melihat ke belakang sepuluh tahun kemudian.
Sekali lagi, Anda tidak bisa menghubungkan titik-titik itu dengan melihat ke masa depan; Anda hanya akan bisa menghubungkan mereka dengan melihat ke masa lalu. Jadi, Anda harus yakin bahwa titik-titik yang terserak itu suatu saat akan berhubungan satu sama lain di masa depan. Anda harus percaya pada sesuatu – keyakinan, takdir, kehidupan, karma, apapun itu. Karena meyakini bahwa titik-titik itu akan berhubungan satu sama lain di sepanjang perjalanan hidup Anda akan memberikan kepercayaan untuk mengikuti hati nurani meskipun kadang dia mengantarkan Anda keluar dari jalan yang mulus dan tertata. Dan semua itu yang akan membuat segala sesuatu menjadi berbeda.
Cerita kedua saya adalah tentang cinta dan kehilangan.
Saya adalah orang yang beruntung — saya telah menemukan apa yang saya cintai dalam pekerjaan di awal masa hidup saya. Saya dan Woz memulai Apple di garasi orangtua saya ketika saya berumur 20 tahun. Kami bekerja keras dan dalam waktu sepuluh tahun Apple berkembang pesat dari sebuah perusahaan di garasi dengan dua orang pekerja menjadi sebuah perusahaan bernilai $2 miliar dengan 4000 karyawan. Kami telah mengeluarkan kreasi terbaik kami ketika itu — Komputer Macintosh — setahun sebelumnya dan saya baru saja berumur 30 tahun. Kemudian saya dipecat. Mungkin Anda bertanya, bagaimana seseorang bisa dipecat dari perusahaan yang dibangunnya sendiri? Seiring perkembangan Apple, kami mempekerjakan seseorang yang menurut saya sangat berbakat untuk menjalankan perusahaan bersama saya, dan dalam sekitar setahun pertama, segala sesuatu berjalan baik. Akan tetapi, visi kami tentang masa depan perusahaan mulai menunjukkan perbedaan dan pada akhirnya terjadi perselisihan. Saat kami berselisih, Dewan Direktur berpihak pada dia. Jadi, saat berusia 30 tahun, saya dipecat. Dan dunia mengetahui bahwa saya dipecat. Apa yang menjadi perhatian saya di sepanjang hidup saya telah lenyap dan itu benar-benar menghancurkan saya.
Saya benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukan selama beberapa bulan pertama. Saya merasa telah mengecewakan generasi wirausahawan pendahulu saya karena saya telah menjatuhkan tongkat estafet kewirausahaan saat tongkat itu dipercayakan pada saya. saya bertemu dengan David Packard dan Bob Noyce dan mencoba mohon maaf karena telah mengecewakan sedemikian parahnya. Saya adalah sebentuk kegagalan nyata di depan khalayak, dan bahkan saya sempat berpikir untuk melarikan diri dari Silicon Valley. Namun ada sesuatu yang mulai terbit lagi pada diri saya, bahwa saya masih mencintai apa yang telah saya lakukan. Kejadian luar biasa id Apple ternyata tidak mengubah seberkas kecil perasaan itu. Saya memang telah ditolak, tetapi saya tetap jatuh cinta. Maka dari itu saya putuskan untuk memulai lagi.
Saya memang tidak melihatnya saat itu tetapi akhirnya menyadari bahwa dipecat dari Apple adalah hal terbaik yang pernah terjadi dalam hidup saya. Beban berat akibat keberhasilan segera tergantikan oleh perasaan ringan karena kembali menjadi seorang pemula, dan ada kekurangpastian tentang segala hal yang saya hadapi. Hal itu membebaskan saya dari belenggu untuk kemudian memasuki satu masa yang paling kreatif dalam hidup saya.
Selama lima tahun berikutnya, saya memulai sebuah perusahaan dengan nama NeXT, kemudian sebuah perusahaan lain Bernama Pixar, dan jatuh cinta pada seorang perempuan menawan yang kemudian menjadi istri saya. Pixar kemudian membuat film pertama yang menggunakan animasi komputer, Toy Story, dan kini menjadi studio animasi paling berjaya di dunia. Dalam sebuah kesempatan luar biasa, Apple mengakuisisi NeXT, saya kembali bekerja untuk Apple, dan teknologi yang kami kembangkan di NeXT kini menjadi jantung dari reinkarnasi Apple. Saya dan Laurene akhirnya membina keluarga yang luar biasa.
Saya yakin, semua ini tidak akan pernah terjadi jika saja saya tidak dipecat dari Apple waktu itu. Hal itu merupakan pil pahit tetapi pasien memang memerlukannya. Kadangkala kehidupan menghantam kepala kita dengan sebongkah batu bata. Jangan kehilangan keyakinan. Saya yakin bahwa satu-satunya hal yang membuat saya bertahan adalah karena saya mencintai apa yang saya lakukan. Anda harus menemukan apa yang Anda cintai. Dan sesungguhnya hal ini berlaku sama bagi pekerjaan dan bagi pasangan cinta Anda. Pekerjaan akan mengisi sebagian besar hidup Anda, dan satu-satunya cara agar benar-benar terpuaskan adalah dengan melakukan apa yang Anda yakini sebagai pekerjaan yang benar-benar hebat. Dan satu-satunya cara untuk melakukan pekerjaan hebat adalah dengan mencintai apa yang anda kerjakan. Jika Anda belum menemukannya, tetaplah mencari dan jangan berhenti. Dengan berpedoman pada hati nurani, Anda akan tahu saat menemukannya. Dan, seperti layaknya hubungan luar biasa lainnya, interaksi itu akan menjadi semakin baik seiring berjalannya waktu. Jadi, tetaplah mencari. Jangan berhenti.
Cerita ketiga saya adalah tentang kematian.
Ketika saya berusia 17 tahun, saya membaca sebuah kutipan yang kira-kira berbunyi “jika kamu menjalani hidup setiap hari seakan-akan itu adalah hari terakhirmu, maka suatu hari kamu pasti benar bahwa itu adalah hari terakhirmu.” Kutipan itu menyisakan kesan bagi saya, dan sejak itu, selama 33 tahun, saya melihat cermin setiap pagi dan bertanya pada diri sendiri: “jika hari ini adalah hari terakhir hidup saya, apakah saya tetap ingin melakukan apa yang akan saya lakukan hari ini?” Dan setiap kali saya menemukan jawaban “tidak” selama beberapa hari berturut-turut, maka saya tahu bahwa ada yang harus diubah.
Mengingat bahwa saya akan segera meninggal adalah sarana paling jitu yang pernah saya temukan untuk membantu saya membuat keputusan besar dalam hidup. Karena hampir semuanya – harapan dari luar, kebanggan, semua ketakutan akibat rasa malu atau kegagalan – semua itu akan sirna seiring hadirnya kematian, dan hanya meninggalkan apa yang sejatinya penting. Mengingat bahwa Anda akan meninggal adalah cara terbaik yang saya tahu untuk menghindarkan diri dari jebakan pemikiran akan ketakutan kehilangan sesuatu. Anda sesungguhnya sudah telanjang. Tidak ada alasan untuk tidak mengikuti kata hati.
Sekitar setahun lalu, saya di didiagnosa mengidap kanker. Saya diperiksa jam 7:30 pagi dan hasilnya dengan jelas menunjukkan tumor pada pankreas saya. Saya bahkan tidak tahu apa itu pancreas pada waktu itu. Dokter mengatakan bahwa itu hampir pasti merupakan jenis kanker yang tidak bisa disembuhkan dan bahwa saya kemungkinan besar akan hidup tidak lebih dari tiga atau enam bulan sejak itu. Dokter menyarankan saya untuk pulang dan mengatur segala urusan dengan baik, yang sesungguhnya merupakan bahasa isyarat dari dokter itu bahwa saya harus bersiap-siap mati. Itu berarti saya harus mencoba menginformasikan segala sesuatu pada anak saya yang tadinya direncanakan dalam waktu sepuluh tahun, hanya dalam waktu beberapa bulan saja. Itu berarti harus menyiapkan segala tombol yang nanti akan memudahkan bagi keluarga ketika saatnya tiba. Dengan kata lain, itu berarti saya harus meyampakan selamat tinggal.
Saya bertahan dengan diagnosa itu selama satu hari penuh. Malamnya, saya menjalani biopsi, dengan cara memasukkan endoskop ke dalam perut lewat tenggorokan saya menuju usus, memasukkan jarum pada pancreas dan mengambil sel tumor tersebut. Saya tidak sadarkan diri, tetapi istri saya yang saat itu ada di sana, mengatakan ketika para dokter mengamati sel itu di bawah mikroskop, mereka menangis karena ternyata yang terjadi pada saya adalah termasuk jenis kanker langka yang bisa disembuhkan dengan operasi. Saya kemudian menjalani operasi dan sykurlah, kini saya sehat walafiat.
Itu merupakan titik terdekat saya dengan kematian dan saya berharap itu merupakan titik terdekat hingga beberapa dekade mendatang. Setelah menjalani semua itu, sekarang saya bisa mengatakan pada Anda dengan tingkat kepastian yang lebih tinggi bahwa ketika kematian menjadi sangatlah penting tetapi bukan merupakan konsep intelektual murni:
Tidak ada satu orangpun yang ingin mati. Bahkan orang yang ingin masuk surgapun tidak ingin mati untuk bisa datang ke sana.
Meski demikian, kematian tetaplah sebuah takdir yang berlaku sama bagi semua. Tidak ada yang terhindar dari kematian. Dan memang demikianlah seharusnya, karena kematian sejatinya adalah penemuan terbaik dalam hidup. Kematian adalah agen perubahan dalam kehidupan. Kematian membersihkan yang tua dan membuka jalan bagi yang muda. Kini, yang muda itu adalah Anda semua. Tetapi suatu hari nanti, tidak lama lagi, Anda semua perlahan-lahan akan menjadi generasi tua dan pada gilirannya akan dibersihkan. Maafkan karena saya menjadi begitu dramatis, tetapi kenyataannya memang demikian.
Waktu yang Anda miliki terbatas, jadi jangan membuang-buang waktu menjalani hidup orang lain. Jangan terjebak oleh dogma — hidup dengan hasil pemikiran orang lain. Jangan biarkan keriuhan pendapat orang lain menenggelamkan suara yang berasal dari dalam diri Anda. Dan yang paling penting, milikilah kekuatan untuk mengikuti hati nurani dan intuisi. Keduanya sudah tahu apa yang sesungguhnya Anda inginkan. Semua hal di luar itu hanya bersifat tambahan saja.
Ketika saya muda, ada sebuah publikasi yang disebut Katalog Bumi (The Whole Earth Catalog), yang dianggap sebagai salah satu ‘kitab suci’ generasi saya. Katalog itu diciptakan oleh seseorang Bernama Stewart Brand berasal tidak jauh dari sini, di Menlo Park, dan dia mewuudkannya dengan sentuhan puitisnya. Kala itu akhir tahun 1960an, sebelum adanya komputer pribadi dan percetakan desktop, sehingga katalog itu dibuat dengan rapi menggunakan mesin ketik, gunting, dan kamera polaroid. Katalog itu mungkin seperti Google dalam bentuk buku, 35 tahun sebelum kehadiran Google. Karya itu sangat idealis it was idealistic, hadir dengan peralatan rapi dan gagasan yang hebat.
Stewart dan timnya berhasil memublikasikan beberapa seri Katalog Bumi, dan ketika mereka kehabisan tema, mereka mengeluarkan edisi pamungkas. Ketika itu pertengahan tahun 1970an, dan saya seumuran dengan Anda sekarang. Di bagian belakan sampul edisi pamungkas mereka ada sebuah foto jalan pedesaan saat subuh, sebuah pemandangan yangmungkin sangat Anda ingin jelajahi jika Anda memiliki jiwa petualang. Di bawah foto itu terdapat kata-kata: “Tetaplah lapar. Tetaplah bodoh.” Kalimat itu merupakan ucapan selamat tinggal mereka karena publikasi sudah berhenti. Tetaplah lapar. Tetaplah bodoh. Dan saya selalu mengatakan itu pada diri saya. Dan kini, saat Anda akan memulai fase hidup yang baru, saya ingin mengatakan hal yang sama pada Anda.
Tetaplah lapar. Tetaplah bodoh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar