Jumat, 07 Januari 2011

Agora

Agora (bahasa Yunani: Ἀγορά, Agorá) adalah tempat untuk pertemuan terbuka di negara-kota di Yunani Kuno. Pada sejarah Yunani awal, (900–700 SM), orang merdeka dan pemilik tanah yang berstatus sebagai warga negara berkumpul di Agora untuk bermusyawarah dengan raja atau dewan. Di kemudian hari, Agora juga berfungsi sebagai pasar tempat para pedagang menempatkan barang dagangannya di antara pilar-pilar Agora. Dari fungsi ganda ini, muncullah dua kata dalam bahasa Yunani: αγοράζω, agorázō, "aku berbelanja", dan αγορεύω, agoreýō, "aku berbicara di depan umum". Istilah agorafobia digunakan untuk menunjukkan rasa takut terhadap tempat umum.
Forum Romawi merupakan bentuk pertemuan bangsa Romawi yang mengikuti Agora dan kadang-kadang disebut untuk menunjukkan Agora. seiring berkembangnya zaman tempat orang berkumpul berubah menjadi plaza.awalnya dimulai pada tahun 1977 di Crest Bloomsbury, London, meluncurkan dengan nama Discotek 77. Pada tahun 1982, sementara masih di Crest Bloomsbury, ini dinamai BADEM Light & Sound Tampilkan untuk cermin nama asosiasi perdagangan bibit yang telah ditetapkan untuk sektor ini. Asosiasi Produsen Inggris Discotheque Peralatan.
Di mulai dari plaza, apa itu plaza?. Plaza adalah ruang publik terbuka (open air), biasanya minimal ada satu bangunan yang menyertainya, kadang dikelilingi bangunan lain. Dalam terminologi budaya kita dikenal sebagai alun-alun, sebuah ruang publik terbuka yang dibatasi oleh bangunan pemerintahan, masjid, penjara dan pasar. Warga kota Bandung tentunya mengenal ruang publik terbuka seperti Alun-alun Kota, Taman Balaikota, Tegallega dan Gasibu.
Plaza is a Spanish word related to “field” which describes an open urban public space, such as a city square. All through Spanish America, the plaza mayor of each center of administration held three closely related institutions: the cathedral, the cabildo or administrative center, which might be incorporated in a wing of a governor’s palace, and the audiencia or law court.
Kata plaza berasal dari istilah Spanyol, memiliki arti yang mirip dengan city/town square dalam Bahasa Inggris, atau piazza dalam Bahasa Italia. Arti plaza kemudian mulai bergeser, mungkin berubah makna akibat statistik, bahkan ketika sama sekali tidak ada ruang publik terbuka tetap diberi nama plaza. Sungguh menyedihkan saat mendengar orang yang hanya tahu bahwa plaza adalah bangunan besar berisi pusat perbelanjaan. Juga rasanya ingin marah melihat Pemkot mengijinkan semakin banyaknya bangunan tanpa ruang terbuka yang layak diberi nama plaza. Dalam guyon pun kejengkelan ini sering ditumpahkan, jika Jakarta punya PI Mall maka Bandung punya BI Pol karena tidak layak disebut plaza.
Saya ingat sewaktu SD ada acara sekolah berkunjung ke Taman Balaikota, rasanya menyenangkan, sejuk dan tidak riuh oleh suara kendaraan, ah saya rindu lingkungan Bandung era 1980-an. Sering pula di taman tersebut diadakan bazar atau pameran. Kini taman tersebut jarang dinikmati publik, entah kenapa, mungkin masyarakat sekarang lebih suka bersantai di warung kopi impor atau berjalan-jalan melihat etalase busana dan elektronik. Saya sendiri berpikir pagar ruang publik adalah sesuatu yang memuakkan, apalagi ketika pintu masuknya hanya satu-dua berjauhan, membuat orang enggan masuk, seperti halnya di Taman Balaikota saat ini, juga Tegallega dan boulevard Gasibu. Oh, malah boulevard Gasibu hanya untuk dipandang, tak bisa dimasuki.
Dalam skala kecil, taman atau plaza cukup banyak terdapat di Bandung, sebagai contoh Taman Maluku yang sudah tidak menarik lagi, Taman Cilaki yang sudah berganti nama menjadi Taman Lansia, Taman Ganesha yang sekarang kondisinya jauh lebih nyaman, Taman Centrum di jalan Belitung yang selalu ramai hingga kini, Taman Flexy yang dulu lebih dikenal sebagai Bundaran Gaul di jalan Dago
Satu plaza yang kini masih berfungsi sesuai konsepnya adalah Lapangan Gasibu, cocok jika disebut sebagai Gasibu Square karena berada di depan gedung pemerintahan provinsi. Plaza memang difungsikan untuk kegiatan publik warga, atau festival tertentu yang juga disebut fiesta, juga tempat acara kemiliteran hingga tempat berkumpul di saat darurat menimpa. Dulu, hari Minggu pagi Gasibu dipenuhi oleh warga yang berolahraga, kini berganti menjadi pasar dari lepas Subuh hingga mendekati siang hari. Menyenangkan untuk bersarapan, banyak penjual makanan dan sekaligus untuk berbelanja murah meriah.

Mungkin di jakarta kurang begitu akrab dengan yang namanya palza kita malah lebih akrab dengan mall.
Pengertian mall
Mall adalah kompleks pertokoan yang dikunjungi untuk membeli atau melihat dan membandingkan barang-barang dalam memenuhi kebutuhan ekonomi sosial masyarakat serta memberikan kenyamanan dan keamanan berbelanja bagi pengunjung.
Adalah sebagai suatu kelompok perbelanjaan (pertokoan) terencana yang dikelola oleh suatu manajemen pusat, yang menyewakan unit-unit kepada pedagang dan mengenai hal-hal tertentu pengawasannya dilakukan oleh manajer yang sepenuhnya bertanggungjawab kepada pusat perbelanjaan tersebut. (Nadine Bednington 1982)
Klasifikasi Pusat Perbelanjaan
a. Dilihat dari luas areal pelayanan berdasarkan U.L.I. standar (Shopping Centers, Planning, Development & Administration, Edgar Lion P.Eng )
Regional Shopping Centers :
Luas areal antara 27.870 – 92.900 m2, terdiri dari 2 atau lebih yang seukuran dengan department store. Skala pelayanan antara 150.000 – 400.000 penduduk, terletak pada lokasi yang strategis, tergabung dengan lokasi perkantoran, rekreasi dan seni.
Community Shopping Centre :
Luas areal antara 9.290 – 23.225 m2, terdiri atas junior departmen store, supermarket dengan jangkauan pelayanan antara 40.000-150.000 penduduk, terletak pada lokasi mendekati pusat-pusat kota (wilayah).
Neigbourhood Shopping Centre :
Luas areal antara 2.720 – 9.290 m2. Jangkauan pelayanan antara 5.000-40.000 penduduk. Unit terbesar berbentuk supermarket, berada pada suatu lingkungan tertentu.
Dilihat dari jenis barang yang dijual ( Design for Shopping Centers, Nadine Beddington ).
Demand (permintaan), yaitu yang menjual kebutuhan sehari-hari yang juga merupakan kebutuhan pokok.
Semi Demand (setengah permintaan), yaitu yang menjual barang-barang untuk kebutuhan tertentu dalam kehidupan sehari-hari.
Impuls (barang yang menarik), yaitu yang menjual barang-barang mewah yang menggerakkan hati konsumen pada waktu tertentu untuk membelinya.
Drugery, yaitu yang menjual barang-barang higienis seperti sabun, parfum dan lain-lain.
c. Sistem Sirkulasi Pusat Perbelanjaan
1. Sistem Banyak Koridor
Terdapat banyak koridor tanpa penjelasan orientasi, tanpa ada penekanan, sehingga semua dianggap sama, yang strategis hanya bagian depan / yang dekat dengan enterance saja.
Efektifitas pemakaian ruangnya sangat tinggi.
Terdapat pada pertokoan yang dibangun sekitar tahun 1960-an di Indonesia.
Contoh : Pasar Senen & Pertokoan Duta Merlin.
2. Sistem Plaza
Terdapat plaza / ruang berskala besar yang menjadi pusat orientasi kegiatan dalam ruang dan masih menggunakan pola koridor untuk efisiensi ruang.
Mulai terdapat hierarki dari lokasi masing-masing toko, lokasi strategis berada di dekat plaza tersebut, mulai mengenal pola vide & mezanin
Contoh : Plaza Indonesia, Gajah Mada Plaza, Glodok Plaza, Ratu Plaza, Plaza Semanggi, ITC Cempaka Mas, dll.
3. Sistem Mall
Dikonsentrasikan pada sebuah jalur utama yang menghadap dua atau lebih magnet pertokoan dapat menjadi poros massa, dan dalam ukuran besar dapat berkembang menjadi sebuah atrium.
Jalur itu akan menjadi sirkulasi utama, karena menghubungkan dua titik magnet atau anchor yang membentuk sirkulasi utama.
Contoh : Pondok Indah Mall, Blok M, Atrium Senen, Mall Kelapa Gading 1-2, Mall Ciputra.
d. Menurut standar perencanaan DKI Jakarta, Pusat Perbelanjaan di Jakarta dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Pusat Perbelanjaan Lingkungan
Jangkauan pelayanan meliputi 3000-30.000 penduduk. Pada umumnya barang yang diperdagangkan adalah barang-barang primer (dipakai sehari-hari). Radius pelayanan 15 menit berjalan kaki, lokasinya berada di lingkungan pemukiman.
Pusat Perbelanjaan Wilayah
Jangkauan pelayanan meliputi 30.000-200.000 penduduk. Pada umumnya barang yang diperdagangkan adalah barang sekunder (kebutuhan berkala). Radius pelayanan wilayah/ tingkat kecamatan. Pencapaian 2500 m dengan kendaraan cepat, 1500 m dengan kendaraan lambat, 500 m dengan berjalan kaki. Lokasinya berada di pusat wilayah.
Pusat Perbelanjaan Kota
Jangkauan pelayanan meliputi 200.000-1.000.000 penduduk. Jenis barang yang diperdagangkan lengkap dan tersedia fasilitas toko, bioskop, rekreasi, bank, dan lain-lain. Pencapaian maksimal 25 menit dengan kendaraan. Lokasinya strategis dan dapat digabungkan dengan lokasi perkantoran.
Perkembangan Pusat Perbelanjaan di Jakarta
Pusat-pusat perbelanjaan yang ada di Jakarta sangat beragam kondisi dan kelasnya. Banyaknya pusat perbelanjaan ini menunjukkan keadaan ekonomi masyarakat yang mulai membaik. Beberapa hal yang menyebabkan semakin maraknya pusat perbelanjaan di Jakarta, adalah :
Mulai membaiknya perekonomian setelah terpuruk dari krisis sejak tahun 1998, mempengaruhi pendapatan penduduk, dan daya beli masyarakat tidak hanya ditujukan untuk kebutuhan primer saja tetapi juga hal-hal sekunder dan tersier.
Kecenderungan masyarakat perkotaan yang menjadikan pusat perbelanjaan untuk berbelanja sekaligus sebagai tempat rekreasi sehingga pusat perbelanjaan pasti ramai dikunjungi pada hari libur.
Sarana transportasi yang memadai seperti jalan tol, sehingga jarak tempuh ke pusat perbelanjaan dapat dicapai dengan waktu singkat. Hal ini dapat dilihat pada peta lokasi pusat perbelanjaan yang ada yaitu selain terletak di jalan arteri/ utama yang strategis, juga terletak di sekitar outter-ring road dan inner ring road.
Rata-rata tingkat hunian pusat perbelanjaan di Jakarta saat ini adalah pada pusat-pusat perbelanjaan strata title (kepemilikan perorangan) 70,07 %, sedangkan pada pusat-pusat perbelanjaan sewa lebih tinggi yaitu 89,80 %.
Nah dilihat dari Sistem Sirkulasi Pusat Perbelanjaan dengan jelas dapat disimpulkan:
1. Sistem dengan banyak koridor lebih mengarah ke pertokoan tempoe doloe dan ukuran ruang/kios kecil mulai dari 4-6 m2 dan juga lebar jalur sirkulasi lebih kecil. Unit retail/ kios menggunakan sistem jual.
2. Sistem Plaza pada era 90an telah menetapkan jalurnya yg benar dimana ukuran kios masih terbagi antara yg besar dan kecil juga sistem unit retailnya adalah bisa sistem sewa dan sistem jual, hanya saja di era 90an kecenderungan sistem Plaza ini menjadikan Pusat Perbelanjaan menjadi lebih elite dengan lebar sirkulasi yg memadai, tampilan Kios telah diperhatikan (shopping window) (Lihat contoh-contoh yang telah disebutkan di atas).
Sedang sekarang sistem plaza cenderung dipakai dengan pusat perbelanjaan yg menamakan diri mereka Trade Center dimana ukuran ruang retail/ kios kecil dan melakukan sistem jual pada kios yang ada pada Pusat Perbelanjaan itu.
Tidak ada yang salah dengan sistem jual di atas karena pada dasarnya sesuai Sistem Sirkulasi Pusat Perbelanjaan Sistem Plaza merupakan Pengembangan dari sistem sirkulasi Banyak Koridor.
3. Sistem Mall bisa dilihat setiap unit kios akan menghadap ke jalur sirkulasi utama sehingga tiap unitnya akan menjadi sangat strategis. Ukuran tiap-tiap unit retail juga besar diatas 24m2 dengan lebar umum minimum 4m tiap unit sehingga para penyewa dapat menampilkan/ mendisplay barang dagangan mereka dengan baik.. Dan sistem unit retailnya adalah sistem sewa
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Agora
http://shopingmall.blogspot.com/2007/04/pengertian-sistem-sirkulasi.html
http://yulian.firdaus.or.id/2006/02/09/plaza/