Rabu, 25 Mei 2011

Kepribadian bangsa timur

Francis L. K. hsu. Sarjana Amerika keturunan Cina, yang mengkombinasikan dalam dirinya keahlian di dalam ilmu antropologi, psikologi, filsafat, dan kesustraan cina klasik (homeostatis psikologi)

Hsu telah mengembangkan suatu konsepsi, bahwa dalam jiwa manusia sebagai makhluk social budaya itu mengandung delapan daerah lingakaran konsentris sekitar diri pribadi.

Nomor 7 dan 6, disebut daerah tak sadar dan sub sadar, yang berada di daerah pedalaman dari alam jiwa individu dan terdiri dari bahan pikiran dan gagasan yang terdesak kedalam, sehingga tidak disadario oleh individu dan terlupakan.

Nomor 5, disebut kesadaran yang tidak dinyatakan, pikiran-pikiran dan gagasan yang didasari oleh individu teteapi disimpan didalam jiwanya sendiri dan tidak dinyatakan kepda siapapun (karena malu, takut salah atau sungkan)

Nomor 4, disebut kesadaran yang dinyatakn secara terbuka (pikiran, gagasan maupun perasaan)

Nomor 3, disebut lingkaran hubungan karib, mengandung konsepsi tentang manusia, binatang atau benda-benda yang diajak gaul secara karib.

Nomor 2, disebut hubungan berguna, fungsi kegunaan (pedagang dan pembeli)

Nomor 1, disebut lingkaran hubungan jauh, terdiri dari pikiran-pikiran dan sikap dalam jiwa manusia, tetapi jarang mempunyai arti dalam kehidupan sehari-hari.

Nomor 0, disebut lingkungan dunia luar, terdiri dari pikiran-pikiran dan anggapan tentang orang-orang diluar masyarakat dan Negara Indonesia

Menurut Francis L. K. Hsu, yang menggambarkan kepribadian manusia adalah daerah lingkungan no.3 hubungan yang berdasarkan cinta dan kemesraaan dan juga rasa untuk bisa berbakti penuh dan mutlak merupakan suatu kebutuhan fundamental dalam hidup manusia, tanpa adanya tokoh-tokoh, benda-benda kesayangan, tanpa Tuhan, tanpa ide dalam alam jiwanya, hidup kerohanian manusia tidak akan bisa seimbang dan selaras.

Konsep lain adalah konsep Jen. Dalam budaya Cina yaitu, Manusia yang berjiwa selaras, manusia yang berkepribadian adalah manusia yang dapat menjaga keseimbangan hubungan antara diri kepribadiannya dengan lingkungan sekitarnya yang paling dekat.

Kebudayaan Timur, lebih mementingkan kehidupan rohani, mistik, gotong royong, keramah tamahan dan lain sebagainya.

Kebudayaan Barat, lebih mementingkan kebendaan, pikiran logis, asa guna dan individualism

IBD yang dihubungkan dengan prosa (kesusastraan)

Prosa Lama : dongeng, hikayat, sejarah, epos, cerita pelipur lara
Prosa Baru : cerita pendek, roman/novel, biografi, kisah

Sebagai seni yang berlatar cerita (fiksi), karya sastra membawakan nilai-nilai, pesan moral dan cerita pada pembacanya, nilai-nilai tersebut adalah:

Nilai kesenangan : pembaca mendapat pengalaman atas peristiwa atau kejadian yang dikisahkan dan dapat berimajinasi untuk mengenal daerah atau temap asing yang belum dikunjungi atau megenal tokoh-tokoh aneha atau asing tingkah lakunya atau mungkin rumit perjalan hidupnya
Memberikan informasi : tentang kehidupan masa lalu, masa kini, bahkan masa yang akan datang atau asing yang tidak terdapat di ensiklopedi
Warisan cultural : mengungkapkan impian-impian, aspirasi generasi terdahulu yang seharusnya dihayati generasi kini
Keseimbangan wawasan : dapat memperluas dan memperdalam persepsi dan wawasannya tentang tokoh, kehidupan manusia sehingga akan terbentuk keseimbangan, terutama menghadapi kenyataan di luar dirinya yang mungkin berlainan dengan pribadinya.

Contoh hikayat

Asal Usul Ayam dan Telur

Melihat ayam betinanya bertelur, Baginda tersenyum. Beliau memanggil pengawal agar mengumumkan kepada rakyat bahwa kerajaan mengadakan sayembara untuk umum. Sayembara itu berupa pertanyaan yang mudah tetapi memerlukan jawaban yang tepat dan masuk akal. Barang siapa yang bisa menjawab pertanyaan itu akan mendapat imbalan yang amat menggiurkan. Satu pundi penuh uang emas: Tetapi bila tidak bisa menjawab maka hukuman yang menjadi akibatnya.

Banyak rakyat yang ingin mengikuti sayembara itu terutama orang-orang miskin. Beberapa dari mereka sampai meneteskan air liur. Mengingat beratnya hukuman yang akan dijatuhkan maka tak mengherankan bila pesertanya hanya empat orang. Dan salah satu dari para peserta yang amat sedikit itu adalah Abu Nawas. Aturan main sayembara itu ada dua. Pertama, jawaban harus masuk akal. Kedua, peserta harus mampu menjawab sanggahan dari Baginda sendiri.

Pada hari yang telah ditetapkan para peserta sudah siap di depan panggung. Baginda duduk di atas panggung. Beliau memanggil peserta pertama. Peserta pertama maju dengan tubuh gemetar. Baginda bertanya, “Manakah yang lebih dahulu, telur atau ayam?”
“Telur.” jawab peserta pertama.
“Apa alasannya?” tanya Baginda. “Bila ayam lebih dahulu itu tidak mungkin karena ayam berasal dari telur.” kata peserta pertama menjelaskan. “Kalau begitu siapa yang mengerami telur itu?” sanggah Baginda.

Peserta pertama pucat pasi. Wajahnya mendadak berubah putih seperti kertas. Ia tidak bisa menjawab. Tanpa ampun ia dimasukkan ke dalam penjara. Kemudian peserta kedua maju. Ia berkata, “Paduka yang mulia, sebenamya telur dan ayam tercipta dalam waktu yang bersamaan.”
“Bagaimana bisa bersamaan?” tanya Baginda. “Bila ayam lebih dahulu itu tidak mungkin karena ayam berasal dari telur. Bila telur lebih dahulu itu juga tidak mungkin karena telur tidak bisa menetas tanpa dierami.” kata peserta kedua dengan mantap.
“Bukankah ayam betina bisa bertelur tanpa ayam jantan?” sanggah Baginda memojokkan. Peserta kedua bingung. Ia pun dijebloskan ke dalam penjara. Lalu giliran peserta ketiga. Ia berkata, “Tuanku yang mulia, sebenarnya ayam tercipta lebih dahulu daripada telur.”
“Sebutkan alasanmu.” kata Baginda. “Menurut hamba, yang pertama tercipta adalah ayam betina.” kata peserta ketiga meyakinkan. “Lalu bagaimana ayam betina bisa beranak-pinak seperti sekarang. Sedangkan ayam jantan tidak ada.” kata Baginda memancing.
“Ayam betina bisa bertelur tanpa ayam jantan. Telur dierami sendiri. Lalu menetas dan menurunkan anak ayam jantan. Kemudian menjadi ayam jantan dewasa dan mengawini induknya sendiri.” peserta ketiga berusaha menjelaskan.

“Bagaimana bila ayam betina mati sebelum ayam jantan yang sudah dewasa sempat mengawininya?” Peserta ketiga pun tidak bisa menjawab sanggahan Baginda. Ia pun dimasukkan ke penjara. Kini tiba giliran Abu Nawas. Ia berkata, “Yang pasti adalah telur dulu, baru ayam.”
“Coba terangkan secara logis.” kata Baginda ingin tahu
“Ayam bisa mengenal telur, sebaliknya telur tidak mengenal ayam.” kata Abu Nawas singkat. Agak lama Baginda Raja merenung. Kali ini Baginda tidak bisa menyanggah alasan Abu Nawas dan terpaksa harus memberi uang dalam jumlah besar sebagai hadiah untuk Abu Nawas.

Pesan yang dapat kita ambil adalah setiap suatu permasalahan pasti ada jalan keluarnya tergantung bagaimana kita mensiasati celah yang terdapat pada masalah tersebut. Seperti jawaban Abu Nawas pada hikayat di atas, ia menjawab dengan memanfaatkan celah-celah yang ada, sehingga membuat baginda raja merenung dan tidak bisa menyanggah pernyataan Abu Nawas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar