Korupsi adalah masalah sosial yang saat ini sedang diperangi oleh semua negara, instansi, bahkan setiap individu. Bagaimana korupsi bermula di negeri yang kita cintai ini ? menurut beberapa pendapat yang pernah saya dengar, korupsi sudah terjadi pada masa penjajahan belanda dan kegiatan yang merugikan negara itu terus berlanjut sampai saat ini.
Banyak korupsi yang terjadi di negeri ini terutama di elit politik, maka pemeritah membuat sebuah komisi yang khusus menangani korupsi. Beberapa lembanga pemberantasan korupsi:
Orde Lama
Kabinet Djuanda
Di masa Orde Lama, tercatat dua kali dibentuk badan pemberantasan korupsi. Yang pertama, dengan perangkat aturan Undang-Undang Keadaan Bahaya, lembaga ini disebut Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran). Badan ini dipimpin oleh A.H. Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota, yakni Profesor M. Yamin dan Roeslan Abdulgani. Kepada Paran inilah semua pejabat harus menyampaikan data mengenai pejabat tersebut dalam bentuk isian formulir yang disediakan. Mudah ditebak, model perlawanan para pejabat yang korup pada saat itu adalah bereaksi keras dengan dalih yuridis bahwa dengan doktrin pertanggungjawaban secara langsung kepada Presiden, formulir itu tidak diserahkan kepada Paran, tapi langsung kepada Presiden. Diimbuhi dengan kekacauan politik, Paran berakhir tragis, deadlock, dan akhirnya menyerahkan kembali pelaksanaan tugasnya kepada Kabinet Djuanda.
Operasi Budhi
Pada 1963, melalui Keputusan Presiden No. 275 Tahun 1963, pemerintah menunjuk lagi A.H. Nasution, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan/Kasab, dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo dengan lembaga baru yang lebih dikenal dengan Operasi Budhi. Kali ini dengan tugas yang lebih berat, yakni menyeret pelaku korupsi ke pengadilan dengan sasaran utama perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang dianggap rawan praktek korupsi dan kolusi.
Lagi-lagi alasan politis menyebabkan kemandekan, seperti Direktur Utama Pertamina yang tugas ke luar negeri dan direksi lainnya menolak karena belum ada surat tugas dari atasan, menjadi penghalang efektivitas lembaga ini. Operasi ini juga berakhir, meski berhasil menyelamatkan keuangan negara kurang-lebih Rp 11 miliar. Operasi Budhi ini dihentikan dengan pengumuman pembubarannya oleh Soebandrio kemudian diganti menjadi Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (Kontrar) dengan Presiden Soekarno menjadi ketuanya serta dibantu oleh Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Bohari pada tahun 2001 mencatatkan bahwa seiring dengan lahirnya lembaga ini, pemberantasan korupsi di masa Orde Lama pun kembali masuk ke jalur lambat, bahkan macet.
Orde Baru
Pada masa awal Orde Baru, melalui pidato kenegaraan pada 16 Agustus 1967, Soeharto terang-terangan mengkritik Orde Lama, yang tidak mampu memberantas korupsi dalam hubungan dengan demokrasi yang terpusat ke istana. Pidato itu seakan memberi harapan besar seiring dengan dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), yang diketuai Jaksa Agung. Namun, ternyata ketidakseriusan TPK mulai dipertanyakan dan berujung pada kebijakan Soeharto untuk menunjuk Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa, seperti Prof Johannes, I.J. Kasimo, Mr Wilopo, dan A. Tjokroaminoto, dengan tugas utama membersihkan Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust, Telkom, Pertamina, dan lain-lain.
Empat tokoh bersih ini jadi tanpa taji ketika hasil temuan atas kasus korupsi di Pertamina, misalnya, sama sekali tidak digubris oleh pemerintah. Lemahnya posisi komite ini pun menjadi alasan utama. Kemudian, ketika Laksamana Sudomo diangkat sebagai Pangkopkamtib, dibentuklah Operasi Tertib (Opstib) dengan tugas antara lain juga memberantas korupsi. Perselisihan pendapat mengenai metode pemberantasan korupsi yang bottom up atau top down di kalangan pemberantas korupsi itu sendiri cenderung semakin melemahkan pemberantasan korupsi, sehingga Opstib pun hilang seiring dengan makin menguatnya kedudukan para koruptor di singgasana Orde Baru.
Era Reformasi
Di era reformasi, usaha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J. Habibie dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berikut pembentukan berbagai komisi atau badan baru, seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga Ombudsman. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000. Namun, di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim ini, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999. Nasib serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah lembaga pemberantasan korupsi terbaru yang masih eksis.
Komisi Pemberantasan Korupsi, atau disingkat menjadi KPK, adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Saat ini KPK dipimpin bersama oleh 4 orang wakil ketuanya, yakni Chandra M. Hamzah, Bibit Samad Rianto, Mochammad Jasin, dan Hayono Umar, setelah Perpu Plt. KPK ditolak oleh DPR. Kpk berhasil menangkap beberapa tersangka korupsi yang sudah merugikan negara yang terbanyak adalah elit politik.
Kenapa orang tergoda untuk melakukan tindakan korupsi?
Banyak orang merasa belum puas atas semua yang dia dapatkan, mereka mencari cara untuk bisa mendapatkan sesuatu yang lebih dari apa yang seharusnya dia dapatkan. Celakanya mereka memilih melakukanya dengan cara yang instan dengan korupsi. Korupsi dari sudut pandang islam hukumnya adalah HARAM, karena mereka yang melakukanya sama saja mengambil hak orang lain atau bisa di samakan dengan mencuri.
Manusia adalah makhluk paling baik bentuknya (QS 95:4) dan Sang Pencipta melengkapinya dengan pelbagai dorongan (keinginan) untuk mendukung kehidupannya. Salah satu dorongan yang relevan dengan tulisan ini adalah dorongan/keinginan memiliki dan lebih khusus lagi dorongan memiliki harta (QS 3:14). Dengan memiliki harta orang selain dapat memenuhi kebutuhan pisik diri dan keluarganya, juga dapat melaksanakan berbagai ibadah yang berkaitan dengan harta (ibadah maliyah) seperti infaq, zakat, naik haji dsb. Oleh karena itu manusia dituntut mencari harta itu (QS 62:10) tetapi harus secara sah/ halal. Bila ia mencarinya secara melawan hukum/ haram misalnya korupsi, ia dikenakan sanksi ganda. Hukum positif menjatuhkan vonis atasnya misalnya pidana penjara sementara eksekusi sanksi hukum syari’ah terjadi di akhirat.
Orang tergoda melakukan korupsi guna memenuhi dorongan untuk memiliki harta sebanyak mungkin, suatu dorongan yang sulit terpuaskan karena “manusia bila memiliki satu lembah emas ia ingin lembah kedua”, Di sisi lain, lingkungan yang semakin materialistik-hedonis dan iman yang melemah, mendorong pula orang menempuh jalan pintas yang tidak Islami. Dari sudut pandang Islam dorongan yang keliru itu dapat dicegah antara lain melalui peningkatan mutu shalat dan penguatan iman.
Pencegahan melalui shalat
Simaklah terlebih dahulu firman Allah SWT ini. “Dan tegakkanlah shalat karena shalat itu mencegah perbuatan keji (zina) dan munkar” (QS 29:10). Dalam kategori munkar itu termasuklah perbuatan korupsi (selanjutnya bila munkar disebut termasuk di dalamnya korupsi). Namun bila diamati cukup banyak orang yang melakukan shalat tetapi tak berhenti melakukan perbuatan korupsi. Bagaimana ini dijelaskan.
Sebagai muslim sejati kita meyakini firman Tuhan sebagai kebenaran mutlak jadi tak perlu diragukan sedikitpun.kebenarannya – shalat akan menghentikan perbuatan korupsi. Bahwa masih terjadi gap seperti dikemukakan di atas, kita seharusnya tidak mempersoalkan kebenaran firman Tuhan tetapi mempertanyakan kualitas shalat – apa ia termasuk kategori rusak. Dalam sebuah hadits disebutkan “barang siapa yang shalatnya tidak mencegahnya berbuat keji dan munkar maka Tuhan akan jauh darinya” . Dalam kondisi seperti itu “shalatnya rusak” dan ‘tidak disebut shalat lagi”,jelas Nabi. Sungguh merugilah orang itu karena ditegaskan Nabi lagi “Yang mula-mula dihisab dari seorang hamba Allah di akhirat adalah shalat. Bila shalatnya baik, baiklah pula semua amalannya, dan bila shalatnya rusak, rusak pula segala amalannya”. Tidakkah itu kerugian besar karena tak ada lagi “catatan postip” yang dibuat malaikat untuknya dalam menghadapi peradilan Tuhan. Di sisi lain, tidak ada lagi kesempatan memperbaiki shalat yang rusak itu. Rugi ‘kan? Maka mumpung masih hidup lakukanlah introspeksi agar tidak lagi terdapat shalat yang rusak itu dengan lebih dulu melakukan tobat dalam arti sebenarnya – menyesali perbuatan yang salah itu dan berjanji dengan Tuhan untuk tidak mengulanginya lagi selama -lamanyanya..
Pencegahan melalui penguatan iman
Setidaknya terdapat dua aspek iman yang perlu diperhatikan dengan sungguh-sunguh. Pertama, rasa malu. Nabi menegaskan “malu itu bagian dari iman” Seorang pensyarah hadits mengatakan kelakuan orang yang kehilangan rasa malu ibarat kelakuan hewan – memakan milik siapa saja. Berapa banyak penyelenggara negara yang hidup hanya dari gaji tetapi memiliki kekayaan yang jauh melebihi penghasilannya yang sah sementara ia tidak merasa malu (beda kalau ia atau keluarganya memiliki usaha yang secara ekonomi menghasilkan). Anehnya masyarakat tidak mempersoalkan perangai pelaku white collar crime itu. “Bila engkau tidak punya malu lagi buatlah apa saja yang engkau mau” demikian Nabi menyatakan ketidaksukaannya. Ada rencana KPK menimbulkan rasa malu dengan menyediakan baju khusus bagi terdakwa korupsi tetapi tak jelas lagi juntrungannya sementara di China setiap terdakwa korupsi memakai baju khusus. Maka bila orang ingin jadi milyarder menjadi PNS bukanlah pilihan yang tepat. Keinginannya akan terealisir bila ia menjadi koruptor sekaligus. Maka jadilah pengusaha atau caleg tapi siap kalah. Bila tidak, bersiaplah menanggung resiko depresi atau bahkan gangguan jiwa.
Aspek kedua penguatan iman terkait dengan hari akhirat. Setiap mukmin sejati percaya akan adanya hari di mana amal perbuatan manusia akan dihisab (dikalkulasi) Tuhan. Hasilya: ada yang masuk surga dan ada yang masuk neraka. Agar terhindar dari neraka, selama di dunia orang harus melakukan perbuatan baik dan menghindari perbuatan munkar. Dalam keseharian kita menyebut amar ma’ruf nahi imunkar. Inilah indikator iman pada hari akhirat itu. Melakukan perbuatan korupsi dan perbuatan munkar lainya mengindikasikan orang tidak beriman pada hari akhirat sebab beriman pada sesuatu tidak hanya dibenarkan oleh hati dan diikrarkan oleh lidah tetapi lebih-lebih lagi disertai perbuatan baik. Melakukan korupsi dan perbuatan terlarang lainnya pada hakekatya mengingkari hari berhisab itu.Perlu kiranya dicatat bahwa dalam waktu cukup lama setelah diangkat menjadi Rasul, tema dakwah beliau hanyalah dua - iman pada Allah dan iman pada hari akhirat. Ini menunjukkan betapa pentingngnya posisi iman pada hari berhisab itu dalam sistem keberagamaan kita.
Penegakan hukum
Sekiranya shalat dan iman seseorang tak mangkus (efektif) mencegahnya melakukan perbuatan korupsi maka diperlukan intervensi negara melalui penegakan hukum. Artinya, yang bersangkutan dihadapkan ke depan pengadilan seperti difahami dari hadits Nabi. “siapa di antara kamu melihat kemungkaran maka hendaklah ia ubah (hentikan) dengan tangannya, bila tak mampu maka dengan lidahnya, dan bila tak mampu(juga) maka dengan hatinya, itu iman paling lemah.Kata tangan dalam hadits ini bukan dalam arti denotasi atau hakiki (arti sebenarnya) jadi bukan secara pisik tetapi dalam arti konotasi atau majazi (arti kiasan). Di sini maksudnya kekuasaan. Ketika digunakan arti hakiki maka seseorang menjadi hakim sendiri dan ini potensial menimbulkan anarkisme.Dalam sistem ketatanegaraan kita kekuasaan itu dijalankan pemerintah dan dalam hal ini oleh kekuasaan kehakiman. Artinya sang koruptor harus diadili, artinya lagi hukum harus ditegakkan secara adil sebagaimana dikehendaki Nabi. “Sesungguhnya umat terdahulu binasa karena bila yang mencuri wong gede hukum diabaikan dan bila yang mencuri wong cilik hukum ditegakkan. Demi Allah sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri akan aku potong tangannya”, beliau mengingatkan. Jadi yang dituntut itu penegakan hukum yang berkeadilan, tidak tebang pilih, tidak pandang bulu. Sementara sang koruptor hendaknya menyadari bahwa hukum di dunia tidak membebaskannya dari hukum di akhirat. Oleh karena itu orang yang belum terkontaminasi oleh korupsi harus berpikir seribu kali sebelum melakukan perbuatan tercela dan terkutuk itu agar marwah tetap terjaga.Berkaitan dengan nilai dan moralitas, maka pemahaman dan pengamalan nilai akan menentukan sejauh mana seseorang berperilaku. Seseorang yang tidak memahami atau memahami tetapi tidak mampu mengamalkan, apalagi tidak memahami dan mengamalkan sebuah nilai maka dia akan cenderung berperilaku menyimpang dari nilai itu. Saya teringat masa kecil dimana orang tua dan lingkungan pada waktu itu menanamkan nilai kejujuran. Saya merasakan ada penyimpangan yang perlu diluruskan dalam pemahaman dan pengamalan nilai kejujuran dan mungkin nilai-nilai yang lain. Masa kecil yang diwarnai dengan perilaku anak dalam sebuah proses pembentukan dan pertumbuhan kepribadiannya.
Pada waktu itu kehidupan sehari-hari anak diwarnai dengan berbagai bentuk permainan dan enakalan. Sayangnya ketika anak-anak melangkah pada perbuatan mencuri (walaupun yang dicuri hanya berupa buah-buahan di pohon tetangga), banyak orang tua atau lingkungan menanggapi hal itu sebagai sesuatu yang lumrah/wajar dan dianggap hanya sebuah kenakalan anak. Ada kesalahan dalam pemahaman dan pengamalan termasuk dalam penanaman nilai kejujuran karena sikap permisif atau sikap toleran yang berlebihan, sehingga perbuatan mengambil yang bukan haknya atau mencuri itu dilumrahkan, yang seharusnya dilarang. Kita semua tahu bahwa masa kecil adalah masa pertumbuhan yang perlu diisi dan dibekali dengan nilai dan moralitas agar anak tumbuh menjadi manusia dengan integritas kepribadian utuh.
Selain itu saya juga ingat cerita fiktif "Si Kancil" baik di sekolah maupun di luar sekolah bahkan di rumah. Si Kancil digambarkan sebagai seekor binatang yang pintar tetapi licik, suka menipu binatang lain yang lebih kuat seperti gajah, suka mencuri ketimun di ladang pak tani, yang karena kepintaran dan kelicikannya sering lolos dari bahaya bahkan lolos dari hukuman. Akhir dongeng atau cerita fiktif itu tidak jelas, Si Kancil entah lari kemana yang jelas tidak tergambarkan balasan atau hukuman bagi Si Kancil atas kelicikannnya. Tanpa disadari, Si Kancil kemudian menjadi idola anak-anak yang mendengarkan atau membaca cerita itu, padahal dia suka mencuri dan menipu. Saya melihat ada bentuk transformasi nilai yang salah atau paling tidak kurang tepat dalam cerita fiktif atau dongeng itu.
Dua hal yang terkait dengan kesalahan pemahaman dan pengamalan nilai moral tersebut di atas disebabkan bentuk transformasi atau penanaman yang tidak tepat, dan saya yakin menjadi penyebab internal awal tumbuhnya ketidakjujuran atau kecurangan berikut dampak lain seperti ketidakamanahan atau pengkhianatan dan ketidakadilan. Padahal Allah SWT memerintahkan kepada kita manusia untuk berperilaku amanah dan adil seperti difirmankan dalam Al-Qur'an surat An-Nisaa ayat 58 yang artinya: " Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil".
Memahami akar dan penyebab mewabahnya korupsi di Indonesia, baik faktor internal maupun eksternal, maka menjadi penting untuk dijawab adalah bagaimana mengatasinya. Menurut Baharudin Lopa mencegah korupsi tidaklah begitu sulit kalau kita secara sadar mau menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan peribadi atau kelompok. Artinya semua itu harus berasal dari komitmen dan tekad yang kuat dari rakyat dan jajaran pemerintahan Indonesia. Secara konsepsional langkah mengatasi korupsi dapat dilakukan dengan pendekatan berdasarkan akar proses korupsi yaitu sebelum, pada saat dan sesudah terjadi korupsi. Oleh karena itu langkah mengatasi korupsi harus dilakukan dengan cara mencegah dan menindak.
Mencegah terjadinya korupsi dilakukan untuk menciptakan faktor internal (faktor manusia)agar tidak terjerumus pada perilaku korupsi. Pendidikan dalam pengertian luas baik pendidikan formal di sekolah/lembaga pendidikan, pendidikan masyarakat melalui media komunikasi dan informasi serta teladan para pemimpin, dan pendidikan keluarga sebagai basis pembentukan dan pertumbuhan kepribadian, menjadi hal yang sangat penting dan perlu dijadikan prioritas. Selain itu faktor kesejahteraan bagi para pegawai atau aparat juga perlu mendapat perhatian agar mereka dapat hidup layak sesuai tuntutan tugas dan tanggung jawabnya.
Penciptaan faktor eksternal yang kondusif juga tidak kalah penting untuk mencegah korupsi. Sistim politik termasuk sistim pemerintahan di dalamnya, sistim ekonomi dan sistim hukum yang baik merupakan faktor penting mengingat kebanyakan korupsi terjadi pada ranah itu. Selanjutnya penindakan dilakukan untuk menghukum para pelaku korupsi (koruptor) sesuai ketentuan hukum yang berlaku, yang dilakukan secara adil atau tidak tebang pilih, melalui proses hukum yang benar dan tidak terintimidasi oleh pendapat atau kepentingan di luar hukum.
Semua cara mengatasi korupsi baik yang bersifat pencegahan (preventif) dan penindakan (represif) sudah banyak dilakukan dan dipraktekkan di Indonesia. Perlu evaluasi secara terus menerus untuk perbaikan dalam setiap langkah pencegahan dan penindakan. Maraknya korupsi di Indonesia menjadi gambaran riel perilaku bangsa Indonesia, oleh karena itu tidak dapat diatasi oleh pemerintah saja melainkan perlu keikut sertaan semua lapisan masyarakat dilingkup peran dan tugas masing-masing serta kerjasama antar komponen bangsa yang didasari komitmen bersama memerangi korupsi.
Korupsi merupakan perilaku menyimpang terhadap nilai dan moralitas apakah itu nilai keagamaan maupun kenegaraan. Korupsi adalah sebuah kejahatan, bahkan telah dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (Extraordinary Crime) karena dampaknya yang luar biasa terhadap kehidupan bangsa dan negara serta umat manusia. Bagi bangsa Indonesia, korupsi telah menjadi wabah yang kronis dan kritis mengingat Indonesia sebagai negara terkorup, yang jangan-jangan itu sebagai bukti bahwa korupsi telah membudaya di negara kita ini. Oleh karena itu upaya membangun Indonesia seutuhnya menjadi tugas penting dan harus diterjemahkan serta dilaksanakan secara benar oleh segenap jajaran pemerintahan dan masyarakat Indonesia. Pendidikan menjadi prioritas utama.
Transformasi nilai sejak usia dini oleh keluarga/orang tua dan lingkungannya tidak boleh lagi diwarnai dengan toleransi dan pembenaran-pembenaran subyektif. Nilai kejujuran, amanah, keadilan dan kebenaran perlu ditransformasikan menjadi perilaku manusia Indonesia agar korupsi gersang di negeri ini.
Korupsi adalah sebuah kejahatan karena berapa banyak uang negara yang di curi hanya untuk kepentingannya sendiri, karena itu pemerintah melakukan pendidikan sejak dini untuk mencegah korupsi menjadi suatu kebiasaan yang akan merusak masa depan mereka. Di beberapa sekolah sudah didirikan warung kejujuran, untuk melatih kejujuran para pelajar atau para pembelinya.warung kejujuran adalah warung di mana para pembelinya mebayar di sebuah kotak dan jika ada kembalianya mereka mengambilnya sendiri, tujuan didirikannya warung kejujuran untuk melatih kejujuran sejak dini, karena jika mereka sudah terbiasa jujur sejak dini maka akan tertanan sampai nantinya mereka dewasa.
Hukuman untuk para koruptor juga begitu ringan, mereka bisa hidup mewah di dalam penjara mereka membayar para petugas untuk mendapatkan fasilitas yang lebih dari napi yang lain. Mungkin pemerintah juga kurang mengawasi dengan ketat para tersangka korupsi itu, jika di penjara saja bisa hidup mewah bagai mana bisa mereka merasa jera dan tidak mengulangi perbuatan mereka lagi.mungkin juga harus di bangun penjara khusus untuk koruptor agar mereka bisa di awasi dengan ketat dan bisa membuat jera.
Di negara kita ini masih banyak orang yang hidup di bawah garis kemiskinan mungkin juga itu di sebabkan oleh korupsi. Mereka yang melakukan korupsi bukan hanya merugikan negara tapi juga masyarakat. Banyak uang yang di tujukan ke masyarakat di potong dan di pakai untuk dirinya sendiri, tidak heran masih banyak kemiskinan di negeri ini. Kejujuran memang mahal karena itu pemerintah ingin menanamkan sifat jujur itu sejak kecil agar nantinya jika mereka memegang tampu kekuasaan mereka tidak silau dengan uang.
Masih banyak masalah sosial jika korupsi itu tetap di ada, jika uang korupsi itu di kumpulkan mungkin bisa mensejahterakan semua masyarakat dan tidak ada yang tidak punya rumah, tidak bisa sekolah, dan semua orang bisa merasakan hidup yang lebih baik lagi . Mungkin korupsi juga berhubungan dengan iman seseorang karena jika iman mereka kuat mereka tidak akan tergoda dengan korupsi itu, maka kita harus menguatkan iman agar kita tidak tergoda oleh korupsi. Mudah mudahan negara yang kita cintai ini bisa cepat terlepas dari korupsi dan menjadikan masyarakatnya menjadi sejahtera.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Pemberantasan_Korupsi
http://yusufrahman.blogdetik.com/2009/03/27/mengapa-orang-islam-masih-korup/
http://www.sripoku.com/view/37382/mencegah_korupsi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar